BE YOUR SELF

gali potensi diri, jujur, berani bertanggungjawab

Senin, 01 Maret 2010

PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH


TUGAS PERTEMUAN KEDUA

PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH

A.     Dua Pilar Ilmu Pengetahuan

Penelitian merupakan proses “bertanya-menjawab”. Pada hakekatnya penelitian diawali dari hasrat keingintahuan peneliti yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan atau permasalahan. Setiap pertanyaan atau permasalahan  tersebut perlu jawaban atau pemecahan. Dari jawaban dan pemecahan  tersebut peneliti memperoleh pengetahuan yang benar mengenai suatu masalah. Pengetahuan yang benar adalah yang dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Untuk memperolehnya harus mengikuti kaidah-kaidah dan menurut cara-cara bekerjanya akal yang disebut logika, dan dalam pelaksanaannya diwujudkan melalui penalaran.. Pengetahuan yang benar tersebut disebut juga pengetahuan ilmiah atau ilmu. Dengan demikian penelitian  ilmiah adalah suatu metode ilmiah untuk memperoleh pengetahuan menggunakan penalaran. Penalaran tersebut dilaksanakan melalui prosedur logika deduksi dan induksi. Dengan pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk pengembangan pengetahuan dan teknologi, perencanaan pembangunan dan untuk pemecahan masalah-masalah dalam kehidupan manusia.

Penelitian atau research berasal dari kata re dan  to search yang berarti mencari kembali yang menunjukkan adanya proses berbentuk siklus bersusun yang selalu berkesinambungan.. Penelitian dimulai dari hasrat keingintahuan dan permasalahan, dilanjutkan dengan pengkajian landasan teoritis yang terdapat dalam kepustakaan untuk mendapatkan jawaban sementara atau hipotesis. Selanjutnya direncanakan dan dilakukan pengumpulan data untuk menguji hipotesis yang akan diperoleh kesimpulan dan jawaban permasalahan. Dalam proses pemecahan masalah dan dari jawaban permasalahan tersebut akan timbul permasalahan baru,  sehingga akan terjadi siklus secara berkesinambungan.

Penelitian pendidikan pada umumnya mengandung dua ciri pokok, yaitu logika dan pengamatan empiris (Babbie, 1986:16). Kedua unsur penciri pokok penelitian ini harus dipakai dengan konsisten, artinya dua unsur itu harus memiliki hubungan fungsional-logis. Dalam hal ini logika merujuk kepada (a) pemahaman terhadap teori yang digunakan dan (b) asumsi dasar yang digunakan oleh peneliti ketika akan memulai kegiatan penelitian. Di samping itu pengamatan empiris bertolak dari (a) hasil kerja indera manusia dalam melaksanakan observasi dan kekuatan pemahaman manusia terhadap data-data lapangan. Kegiatan antara penggunaan logika dan pengamatan empirik harus  berjalan konsisten: artinya kedua unsur (logika dan pengamatan empiris) harus memiliki keterpaduan dan memungkinkan terjadi dialog intensif. Dengan demikian pengamatan empiris harus dilakukan sesuai dengan pertimbangan logis yang ada. Sebagai contoh: dalam bidang pendidikan menurunnya prestasi siswa dapat diterangkan dengan asumsi bahwa (a) telah terjadi berkurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu di sekolah sebagai akibat dari terbatasnya prasarana laboratorium dan buku penunjang belajar (b) telah terjadi penurunan rerata nilai ujian untuk matakuliah tertentu, disebabkan  guru belum memahami pelaksanaan kurikulum yang berbasis kepada KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan).

B. Tahap-Tahap dalam Proses Penelitian

Penelitian sebagai suatu proses deduksi dan induksi dilakukan secara sistematis, ketat, analisis, dan terkendali. Tahap-tahap dalam proses penelitian teratur secara sistematis. Kita tidak boleh langsung melakukan tahap tertentu sebelum melewati tahap sebelumnya. Konsep-konsep yang merupakan sasaran penelitian diuraikan secara operasional atas indikator-indikator empiris. Penelitian selalu dikendalikan oleh hipotesis-hipotesis sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Tahap-tahap dalam proses penelitian ialah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi/ Konseptalisasi  Masalah

2. Membuat Tujuan dan Hipotesa

3. Kerangka Dasar Penelitian

4. Penarikan sampel

5. Konstruksi Instrumen

6. Pengumpulan Data

7. Pengolahan Data

8. Analisis Pendahuluan

9. Analisis Lanjut

10. Interpretasi

 

2. 1. Mengidentifikasi/ Konseptalisasi  Masalah

Yang dimaksud dengan mengidentifikasi/konseptalisasi masalah ialah peneliti melakukan tahap pertama dalam melakukan penelitian, yaitu merumuskan masalah yang akan diteliti. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian, karena semua jalannya penelitian akan dituntun oleh perumusan masalah. Tanpa perumusan masalah yang jelas, maka peneliti akan kehilangan arah dalam melakukan penelitian. Untuk memperoleh permasalahan penelitian tidaklah mudah, seorang peneliti perlu peka, bersikap kritis dan berfikir logis terhadap fenomena yang terjadi. Penting untuk selalu mengembangkan ketajaman persepsinya, sehingga lebih cermat dan teliti pada sesuatu yang perlu dipertanyakan. Selain itu, untuk memperoleh permasalahan penelitian, seorang peneliti perlu dibekali dengan scientific mind dan prepared mind. Scientific mind adalah selalu berpandangan obyektif yang mampu melepaskan diri dari praduga dan  opini pribadi. Bersikap independen, yaitu tidak mudah terpengaruh oleh pandangan orang lain. Mempunyai wawasan yang luas berkaitan dengan permasalahan penelitian. Prepared mind maksudnya selalu siap untuk dapat menangkap permasalahan yang timbul.

Ada beberapa sumber informasi masalah penelitian. Masalah penelitian yang bersumber dari literatur sering dan lazim dgunakan, terutama literatur primer seperti jurnal akademik dan profesional, jurnal penelitian, laporan penelitian, skripsi. tesis, desertasi, makalah, buku dan tinjauan pustaka. Tentunya literatur sebagai sumber masalah penelitian harus memiliki kriteria tertentu yaitu aktualitas isi sumber tersebut. Pengalaman empirik di lapangan di bidang profesi se hari-hari merupakan sumber masalah yang potensial. Sumber masalah penelitian lainnya adalah hasil komunikasi dengan para ahli atau teman sejawat di bidang terkait, dan juga hasil pengamatan. Hasil berfikir pribadi seorang peneliti sendiri dapat juga menjadi sumber masalah penelitian.          

Ada beberapa kriteria kelayakan yang perlu diperhatikan dalam menentukan suatu masalah untuk diteliti. Masalah yang akan diteliti memiliki kontribusi profesionil dan signifikansi secara ilmiah terhadap ilmu pengetahuan (teoritik) maupun secara praktis;  mempunyai derajad keunikan dan keaslian; tersedia sumber data dan memungkinkan untuk pengumpulan data; tersedianya instrumen pengukuran data; tersedianya dana dan waktu untuk melaksanakan penelitian; dan sesuai dengan kemampuan peneliti.    

Setelah menentukan permasalahan penelitian yang akan diteliti, selanjutnya  dirumuskan masalah penelitian tersebut secara singkat jelas padat dalam bentuk kalimat tanya. Ditinjau dari cakupan aspek-aspek yang terkait dengan masalah penelitian maka rumusan masalah penelitian dapat dibedakan secara umum dan khusus. (Ibnu, Mukhadis, Dasna: 2003).

2.2 Membuat Tujuan dan Hipotesa

Tujuan penelitian merupakan ungkapan sasaran yang akan dicapai dalam suatu penelitian. Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan kongkrit, jelas dan ringkas dan dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Isi dan rumusan tujuan penelitian harus mengacu pada rumusan masalah penelitian.

Hipotesa merupakan jawaban sementara dari persoalan yang kita teliti. Perumusan hipotesa biasanya dibagai menjadi tiga tahapan: pertama, tentukan hipotesa penelitian yang didasari oleh asumsi penulis terhadap hubungan variable yang sedang diteliti. Kedua, tentukan hipotesa operasional yang terdiri dari Hipotesa 0 (H0) dan Hipotesa 1 (H1). H0 bersifat netral dan H1 bersifat tidak netral. Perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesa, seperti misalnya penelitian deskriptif.

2.3. Kerangka Dasar Penelitian

Masalah-masalah yang dihadapi oleh peneliti memerlukan suatu penjelasan yang disusun dalam kerangka teoritis tertentu. Konsep-konsep itu saling berhubungan membentuk beberapa proposisi. Hubungan-hubungan yang terbentuk disusun dalam suatu kerangka dasar, sehingga kiti memperoleh penjelasan sacar teoritis terhadap masalah penelitian. Konsep-konsep yang disususun dalam kerangka dasar adalah konse-konsep yang tercakup dalam hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

2.4. Penarikan sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek yang menjadi pusat perhatian penelitian. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda, kejadian, gejala, kasus, waktu, tempat.  Populasi dapat berstatus sebagai objek penelitian jika populasi tersebut sebagai substansi yang diteliti. Populasi penelitian dapat berstatus sebagai sumber informasi. Dalam penelitian survey, orang atau sekelompok orang biasanya berfungsi sebagai sumber informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya atau fenomena yang berkaitan dengan dirinya. (Ibnu, Mukhadis dan Dasna: 2003).

Pelibatan populasi dalam suatu penelitian merupakan suyatu yang ideal. Tetapi dalam suatu penelitian seringkali tidak dapat menjangkau populasi karena jumlahnya sangat besar. Dengan beberapa pertimbangan, memungkinkan penelitian populasi tidak perlu dilakukan. Pertimbangan tersebut adalah pertimbangan akademik, yaitu berlakunya inferensi statistik dan pertimbangan non akademik yaitu keterbatasan tenaga, waktu, biaya dukungan logistik dan kepraktisan. (Ibnu, Mukhadis dan Dasna: 2003). Maka penelitian dapat hanya menjangkau sebagian dari populasi.  Sebagian populasi tersebut adalah sampel. Sampel merupakan bagian dari populasi atau sejumlah anggota populasi yang mewakili populasinya. Karena sampel mewakili populasi maka sampel harus dipilih sesuai dengan karakteristik populasi tersebut. Sehingga sampel tersebut benar-benar representatif, artinya sampel tersebut mencerminkan keadaan populasi secara cermat.

Cara pengambilan sampel (sampling) dibedakan menjadi dua yaitu random sampling dan non-random sampling. Dalam random (acak) sampling, setiap individu anggota populasi mempunayi kesempatan (probabilitas) yang sama untuk menjadi sampel. Dalam non-random sampling, kesempatan setiap individu anggota populasi menjadi sampel tidak sama. Yang termasuk random sampling adalah simple random sampling (acak sederahana), systematic random sampling, stratified random sampling (acak stratifiasi atau bertingkat), cluster random sampling (acak rumpun atau kelompok) dan multistage random sampling (acak gabungan berbagai cara). Yang termasuk non-random sampling adalah sampling seenaknya, purposif sampling (sampling bertujuan), quota sampling..       

2.5. Menentukan Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Instrumen atau alat pengumpul data harus sesuai dengan tujuan pengumpulan data. Sumber data dan jenis data yangakan dikumpulkan harus jelas. Instrumen penelitian yang digunakan harus memenuhi persyaratan validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterandalan), paling tidak ditinjau dari segi isinya sesuai dengan variabel yang diukur. Prosedur pengembangan instrumen pengumpul data perlu dijelaskan tentang proses uji coba, analisis butir tes, uji kesahihan dan uji keterandalan.

Dalam penelitian deskriptif instrumen yang sering digunakan adalah angket (kuesioner), pedoman wawancara dan pedoman pengamatan. Jelaskan variabel dan faktor-faktor yang akan diukur, serta jenis data yang akan dikumpulkan. Berikut ini disajikan pengembangan instrumen angket (kuesioner), pedoman wawancara dan pedoman pengamatan. 

a. Angket atau kuesioner

Teknik angket adalah salah satu cara untuk mengumpulkan data atau informasi  siswa menggunakan serangkaian pertanyaan yang diajukan kepada siswa secara tertulis.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun angket sebagai berikut. Pertama, merumuskan tujuan yang diinginkan dari penggunaan angket sebagai alat pengumpul data siswa. Kedua, mengidentifikasi masalah yang menjadi materi angket dan dijabarkan ke dalam susunan kalimat-kalimat pertanyaan. Ketiga, susunan kalimat pertanyaan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa. Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti, jelas dan tidak bermakna ganda. Keempat, dituntut kreatifitas penyusun angket agar diperoleh obyektifitas jawaban.

Teknik angket dibedakan menjadi dua, yaitu angket terstruktur dan angket tidak terstruktur. Angket terstruktur bersifat tegas, pertanyaan yang diajukan kepada siswa menuntut jawabab yang tegas dan jawaban relatif lebih singkat. Sedangkan angket tidak terstruktur, siswa diharapkan menguraikan jawaban secara lengkap leluasa dan terbuka. (Kirkendal, Gruber, dan Johnson: 1980).

Berdasarkan bentuk dan jenis pertanyaan, angket dibedakan menjadi tiga bentuk. Bentuk pertama adalah angket isian tertutup. Jawaban yang diharapkan sudah tertentu dan diarahkan oleh pembuat angket. Bentuk angket kedua adalah angket isian terbuka. Angket ini menghendaki jawaban yang lebih luas dan lengkap. Bentuk ketiga adalah angket dengan daftar cek. Siswa diminta menentukan jawaban yang sesuai dengan memberi tanda cek (Ö)  pada daftar yang telah tersedia. Bentuk keempat adalah angket pilihan ganda. Jawaban siswa terbatas pada alternatif jawaban yang telah direncanakan penyusun angket dengan cara memilih jawaban yang sesuai. (Suharsimi: 1989)

b. Wawancara (interview)

Teknik wawancara adalah cara mengumpulkan data tentang siswa yang dilakukan dengan mengadakan percakapan antara pewawancara (guru) dengan siswa yang sedang dikumpulkan datanya.

Dalam melaksanakan wawancara perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, pewawancara hendaknya dapat menciptakan hubungan yang baik dengan yang diwawancarai agar jawaban dan pendapatnya dapat dikemukakan secara terbuka, obyektif dan benar. Kedua, pewawancara perlu menciptakan situasi wawancara sedemikian rupa sehingga siswa yang sedang diwawancarai  tidak merasakan seperti diinterograsi. Ketiga, agar wawancara tidak menyimpang dari apa yang ingin diperoleh, terlebih dahulu perlu disusun materi wawancara sebagai pedoman bagi pewawancara. (Suharsimi: 1989)

Berdasarkan peranan yang dilakukan, teknik wawancara dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, wawancara berpedoman. Yaitu wawancara yang telah direncanakan menggunaka suatu pedoman wawncara, sehingga wawancara sesuai dengan tujuan. Kedua, wawancara terpusat, yaitu wawancara yang dilakukan terhadap siswa-siswa tertentu yang diharapkan dapat diperoleh informasi yang ber-kaitan dengan suatu obyek dan tujuan wawancara. Ketiga, wawancara berulang, biasanya dilakukan untuk mengungkap perkembangan proses sosial pada kurun waktu tertentu. (Suharsimi: 1989).

Berdasarkan jumlah orang yang diwawancarai dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, wawancara dilakukan terhadap satu siswa. Biasanya wawancara ini untuk mengumpulkan informasi tentang masalah-masalah siswa yang bersifat pribadi. Kedua, wawancara yang dilakukan erhadap sekelompok siswa atau lebih dari satu siswa. Wawancara ini digunakan untuk mengumpulkan informasi dari sekelompok siswa. yang mempunyai masalah yang sama.

c. Pengamatan (observasi)

Teknik pengamatan atau observasi dilakukan dengan cara mengamati tingkah laku siswa atau obyek sedemikian rupa, diharapkan siswa atau obyek yang diamati tidak mengetahui bahwa dia sedang diamati. Dalam melakukan pengumpulan data  mengguna-kan teknik pengamatan ada beberapa yang perlu  diperhatikan. Pertama, tujuan yang yang ingin dicapai harus ditetapkan lebih dahulu. Kedua, kegiatan pengamatan direncanakan secara sistematis; mulai dari instrumen, pelaksanaan pengamatan, pencatatan sampai dengan pengolahan hasil. Ketiga, perlu diperhati-kan reliabilitas, validitas dan obyeltifitas instrumen. Keempat, meskipun teknik pengamatan bersifat kualitatif dan subyektif, diusahakan diperoleh hasil yang kuantitatif dan obyektif. (Suharsimi: 1989)

Berdasarkan tujuan dan cara pengamatan, dibedakan menjadi beberapa teknik pengamatan: Pertama, pengamatan partisipatif. Dalam pengamatan partisipatif ini, pengamat ikut terlibat dan mengambil bagia dalam kegiatan yang dilakukan siswa atau obyek yang diamati. Misalnya, seorang guru ingin mengetahui kesungguhan dan keaktifan siswa dalam suatu kegiatan belajar mengajar permainan  sepakbola; maka guru harus  ikut terlibat langsung dalam permainan sepakbola tersebut. Selain itu ada cara pengamatan kuasi-partisipatif, yaitu pengamat harus ikut terlibat langsung dalam kegiatan atau kadang-kadang hanya mengamati dari luar kegiatan saja. Kedua, pengamatan sistematis. Sebelum melakukan pengamatan, aspek-aspek yang akan diamati telah disusun dan diatur dalam suatu struktur pengamatan berdasarkan katagori masalah yang akan diamati. Aspek-aspek yang akan diamati dijabarkan dalam suatu instrumen pengamatan. Misalnya, pengamatan tentang kemampuan kerjasama dalam bermain bola voli. Maka dalam instrumen pengamat-an harus dijabarkan aspek-aspek tingkah laku pemain bola voli yang merupakan indikator kemampuan kerjasama dalam bermain. Ketiga, pengamatan eksperimental. Biasanya pengamatan eksperimental dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala atau perubahan-perubahan sebagai akibat dari suatu situasi perlakuan eksperimen yang sengaja diadakan. Contoh: pengamatan tentang sportifitas dalam bermain bulutangkis jika tidak dipimpin oleh wasit. (Budiwanto: 2001)

2.6. Mengumpulkan Data

Setelah instrumen penelitian diperoleh, selanjutna dilakukan pengumpulan data. Jelaskan langkah-langkah yang ditempuh dan teknik yang digunakan untuk mengpulkan data. Dalam proses mengumpulan data mungkin melibatkan petugas, maka harus dijelaskan kualifikasi dan jumlahnya. Petugas pengumpul data perlu dilakukan koordinasi dan penjelasan teknis pengumpulan data.  Kemudian tetapkan jadwal waktu pelaksanaan pengumpulan data.

Prosedur yang dilakukan dalam proses pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap, yaitutahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan terdiri dari persiapan yang bersifat konseptual, teknis dan administratif. Tahap pelaksanaan pengumpulan data disesuaikan dengan teknik pengumpulan data yang digunakan.

2.7. Menganalisis/Mengolah Data

Setelah diperoleh data dari hasil pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah . melakukan analisis data. Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan, analisis data hasil penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk data yang bersifat uraian kalimat yang tidak dapat diubah dalam bentuk angka-angka. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk data yang dapat diklasifikasi dalam katagori-katagori atau diubah dalam bentuk angka-angka. Analisis kuantitatif disebut juga analisis statistik. Analisis statistik dibedakan menjadi dua, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan sifat-sifat sampel atau populasi. (Budiwanto: 1999). Statistik inferensial digunakan untuk mengambil kesimpulan mengenai sifat-sifat populasi berdasarkan data dari sample.

Dalam penelitian deskriptif kegiatan analisis data meliputi langkah-langkah mengolah data, menganalisis data dan menemukan hasil. Mengolah data adalah proses persiapan sebelum dilakukan analisis data, yaitu pencocokan (checking), pembenahan (editing), pemberian label (labeling) dan memberikan kode (coding). Kegiatan pen-cocokan adalah untuk mengetahui jumlah instrumen yang terkumpul sesuai dengan kebutuhan dan mengecek kelengkapan lembar instrumen. Kegiatan pembenahan meliputi mengecek kelengkapan pengisian data, keterbacaan tulisan, kejelasan makna jawaban, keajegan dan kesesuaian jawaban, relevansi jawaban, dan penggunaan satuan data. Kegiatan pemberian label adalah pemberian identitas secara spesifik terhadap instrumen yang masuk, meliputi jenis instrumen, identitas responden, stratifikasi, area atau kelompok. Kegiatan pemberian kode adalah mengklasifikasi jawaban responden menurut jenis dan sifatnya dengan cara memberi kode.  

Kegiatan selanjutnya adalah menganalisis data yang meliputi mengklasifikasi data, menyajikan data dan melakukan analisis statistik diskriptif atau prosentase. Data yang terkumpul  diklasifikasi menjadi dua kelompok data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif yaitu jawaban responden yang digambarkan menggunakan kata-kata atau kalimat. Data kualitatif ini selanjutnya dipisah-pisahkan menurut katagori yang digunakan untuk mengambil kesimpulan. Data yang bersifat kuantitatif berupa angka-angka dapat diproses dengan beberapa cara, antara lain menggunakan statistik deskriptif atau prosentase. Statistik deskriptif antara lain rata-rata hitung (mean), median dan modus. Kadang-kadang, setelah dianalisis persentase kemudian ditafsirkan dengan kata yang bersifat kualitatif, misalnya 86% --100% adalah baik sekali, 71% -- 85%  adalah baik, 56% --70% adalah sedang, 46% -- 55% adalah kurang, dan 46% ke bawah adalah kurang sekali. Teknik ini sering disebut teknik deskriptif  kualitatif dengan persentase. Berdasarkan analisis data tersebut kemudian divisualisasikan dalam bentuk tabel, grafik atau diagram secara jelas sebagi temuan hasil penelitian. 

2.8. Analisis Pendahuluan

Untuk menguji hipotesis, data yang telah diolah akan dianalisis dengan cara-cara tertentu. Analisis data penelitian itu sendiri dilakukan dalam dua tahap, yaitu analisis pendahuluan dan analisis lanjut. Analisis pendahuluan bersifat deskriptif dan terbatas pada data sampel.

2.9. Analisis Lanjut

Analisis selanjutnya setelah analisis pendahuluan adalah analisis inferensial yang diarahkan pada pengujian hipotesis. Alat-alat analisis yang dipakai untuk analisis ini disesuaikan dengan hipotesis operasional yang telah dirumuskan sebelumnya.

2.10. Interpretasi

Hasil analisis ini kemudian diinterpretasikan melalui proses pembahasan. Tahap ini disebut analisis dan interpretasi hasil penelitian. Tahap terakhir adalah melaporkan hasil penelitian itu dalam bentuk tertulis. Laporan secara tertulis perlu dibuat agar peneliti dapat mengkomunikasikan hasil penelitiannya kepada para pembaca atau penyandang dana.

Sebagai suatu pola, cara penelitian tidak bersifat kaku-bagaimanapun, suatu cara hanyalah alat (tool) untuk mencapai tujuan. Cara penelitian digunakan secara bervariasi, tergantung antara lain pada obyek (formal) ilmu pengetahuan, tujuan penelitian, dan tipe data yang akan diperoleh. Penentuan cara penelitian sepenuhnya tergantung pada logika dan konsistensi peneliti.

Pembuatan usulan penelitian merupakan suatu langkah konkret pada tahap awal penelitian. Seorang guru yang baru meneliti atau ingin meneliti, dalam hal ini ingin memperoleh informasi dari instrumen yang digunakan. Guru harus memiliki sejumlah keterampilan khusus. Demikian pula, penelitian itu sedapat mungkin ditujukan untuk memecahkan suatu masalah pendidikan yang dihadapi oleh masyarakat, negara, dan ilmu.

C. Komponen Informasi dan Komponen Metodologi

Tahap-tahap yang ditempuh dalam prose diatas tidak membedakan tahap yang bersifat hasil temuan dengan tahap yang bersifat cara atau proses menemukan. Wallace membedakan kedua jenis sifat terebut dalam dua macam komponen. Hasil temuan itu disebut komponen informasi, dan cara menemukannya disebut komponen metodologi. Dengan pembedaan seperti itu maka keseluruhan proses penelitian menurut Wallace terdiri dari lima komponen informasi, yaitu:

1. Teori

2. Hipotesis

3. Pengamatan

4. Genelarisasi empiris

5. Penerimaan atau penlakan hipotesis.

Dan enam komponen metodologi, yaitu:

1. Deduksi logis

2. Interpretasi hipotesis, instrumentasi, skala pengukuran, sampling

3. Penyederhanaan(dengan statistik, estimasi parameter)

4. Pembentuka teori dan proposisi

5. Pengujian hipotesis

6. Inferensial logis.

 

 

 

Daftar Pustaka

Ibnu, S., Mukhadis, A dan Dasna, I.W., 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian, Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang

Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Suharsimi, A., 1989.  Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.  Bina Aksara

Zainuddin, M., 1988. Metodologi Penelitian, Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar