BE YOUR SELF

gali potensi diri, jujur, berani bertanggungjawab

Minggu, 07 Maret 2010

KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN

TUGAS PERTEMUAN KETIGA

BAB III

KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN

 

A.     Perumusan Masalah

Konsep dibutuhkan dalam penelitian untuk memahami dan mengkomunikasikan informasi mengenai suatu objek. Konsep adalah sekumpulan arti atau karakteristisk yang berhubungan dengan kejadian, objek, kondisi, atau situasi tersebut (Emory dan Cooper). Menurut Rusidi (1997), konsep adalah istilah singkat untuk menyatakan (abstraksi) realita atau fenomena. Di dalam konsep terkandung batasan-batasan arti (definisi) dari penamaan golongan, kategori dan klasifikasi. Jika konsep ini ditelaah sampai mendasar maka akan sampai pada istilah variabel.

Keberhasilan penelitian tergantung pada (1) seberapa jelas kita melakukan konseptualisasi dan (2) seberapa jelas pihak lain memahami konsep yang kita gunakan. Misalkan, kita akan melakukan survai mengenai penghasilan para profesional muda dengan kuisoner. Penelitian tidak akan berhasil kalau konsep penghasilan yang kita maksud tidak jelas atau tidak dimengerti oleh reponden, misalnya tidak jelas apakah penghasilan per bulan, apakah gaji tetap saja atau termasuk pendapatan sampingan, pendapatan bersih atau kotor, dan sebagainya. Selain itu, konsep profesional muda juga harus didefisniskan dengan jelas atau eksplisit sehingga pihak lain mempuntai persepsi dan konsepsi yang sama dengan pihak peneliti. Permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan, antara tren perkembangan dengan keinginan pengembangan, antara kenyataan dengan ide.

 

Cara-cara Formal Penemuan Permasalahan

a.       Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat  kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.

  1. Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil” pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang penting.
  2. Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari suatu teori.
  3. Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan.
  4. Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren (trend) suatu teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
  5. Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
  6. Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke dalam komponen-komponennya.
  7. Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi.

Bentuk Rumusan Permasalahan

  1. bentuk satu pertanyaan (question);
  2. bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik;
  3. bentuk satu penyataan (statement) disusul oleh beberapa pertanyaan (question).
  4. bentuk hipotesis; dan bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis

 

B.     Variabel

Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi sifat yang dapat dinyatakan dengan jumlah atau besaran yang bernilai kategorikal. Pengertian yang lainnya adalah karakteristik obyek yang dapat diklasifikasikan ke dalam sekurang-kurangnya dua klasifikasi. Sedangkan menurut Kerlinger di dalam Emory dan Coper (1991), variabel adalah simbol dimana suatu bilangan atau nilai diberikan pada simbol tersebut. Variabel-variabel tersebut bisa diklasifikasikan dalam beberapa jenis, diantaranya adalah:

1.   Variabel diskrit dan variabel kontinyu. Nilai numerik yang diberikan pada variabel didasarkan pada sifat yang beragam. Misalnya untuk variabel yang bersifat dikotomi mempunyai 2 nilai yang menunjukkan ada atau tidak adanya sifat tertentu, contohnya pria-wanita, pengangguran-bukan pengangguran. Variabel juga bisa terdiri dari dua kategori, misalnya, suku, agama, jenis perusahaan, dan lain-lain. Semua variabelvariabel dalam bentuk kategori-kategori tersebut disebut variabel diskrit. Sedangkan pendapatan, suhu, umur, nilai ujian adalah contoh-contoh variabel kontinyu.

2.   Variabel bebas (independent) dan variabel tak bebas (dependent). Jenis variabel ini terutama digunakan dalam menganalisis hubungan antara variabel, yaitu variabel tak bebas dipengaruhi oleh variabel tak bebas. Misalnya, gaya kepemimpinan (variabel bebas) akan mempengaruhi kinerja atau kepuasan kerja (variabel tak bebas).

3.   Variabel nominal, ordinal, interval, dan ratio. Pengklasifikasian ini didasarkan pada tingkat pengukurannya, yang akan dijelaskan secara lengkap pada berikutnya.

4.   Variabel kuantitatif dan kualitatif. Variabel kuantitatif menggunakan skala numerik atau metrik sehingga bisa ditransformasikan melalui operasi matematika dan analisis statistika yang lengkap. Sedangkan variabel kualitatif menggunakan skala non numerik (karakter atau string) atau non metrik. Teknik analisisnya, baik operasi matematika atau teknik statistikanya, relatif lebih terbatas dibandingkan variabel kuantitatif.

Variable “ is simply symbol or a concept that can assume any one of a set of values” (Davis, 1998:23). Symbol atau konsep yang diasumsikan sebagai seperangkat nilai-nilai. Contoh-contoh variable ialah: inteljen, prestasi belajar, warna, minat beli, promosi dan volume penjualan

 

Tipe-Tipe Variabel

a.                   Variabel Bebas (Independent variable)

Variabel bebas merupakan variable stimulus atau variable yang mempengaruhi variable lain. Variable bebas merupakan variable yang faktornya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi.

Pada contoh di atas, “warna” adalah variable bebas yang dapat dimanipulasi dan dilihat pengaruhnya terhadap “minat beli”, misalnya apakah warna merah sepeda motor dapat menimbulkan minat beli konsumen terhadap sepeda motor tersebut.

 

b.                   Variabel Tergantung (dependent variable)

Variabel tergantung adalah variable yang memberikan reaksi/respon jika dihubungkan dengan varibel bebas. Variabel tergantung adalah adalah variable yang faktornya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh varaibel bebas.

Pada contoh pengaruh warna terhadap minat beli sepeda motor, maka variable tergantungnya ialah “minat beli”. Seberapa besar pengaruh warna merah terhadap minat beli konsumen terhadap sepeda motor tersebut.

Untuk meyakinkan pengaruh variable bebas warna merah terhadap minat beli maka warna merah dapat diganti dengan warna biru. Jika besaran pengaruhnya berbeda maka manipulasi terhadap varibel bebas membuktikan adanya hubungan antara varaibel bebas warna dan minat beli konsumen.

Hubungan Antara Variabel Bebas dan Variabel Tergantung

Pada umumnya orang melakukan penelitian dengan menggunakan lebih dari satu varibel, yaitu variable bebas dan variable tergantung. Kedua varibel tersebut kemudian dicari hubungannya.

Contoh 1

Hipotesis penelitian: Ada hubungan antara “gaya kepemimpinan” dengan “kinerja” pegawai

Variabel bebas: gaya kepemimpinan

 Variabel tergantung: minat beli

 

C.     Skala Pengukuran

Pengukuran adalah penggunaan aturan untuk menetapkan bilangan pada objek atau peristiwa. Dalam penelitian, kita kenakan pengukuran pada variabel yang kita pelajari. Dengan kata lain pengukuran menandai nilai-nilai variabel dengan notasi bilangan. Notasi bilangan ini dilakukan secara sistematis dan taat asas. Pengaturan penggunaan notasi bilangan dalam pengukuran disebut skala atau tingkat pengukuran.

Pengukuran dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistimatik dalam menilai dan membedakan sesuatu obyek yang diukur. Pengukuran tersebut diatur menurut kaidah-kaidah tertentu. Kaidah-kaidah yang berbeda menghendaki skala serta pengukuran yang berbeda pula.

Dalam mengolah dan menganalisis data, kita sangat berkepentingan dengan sifat dasar skala pengukuran yang digunakan. Operasi-operasi matematik serta pilihan peralatan statistik yang digunakan dalam pengolahan data, pada dasarnya memiliki persyaratan tertentu dalam hal skala pengukuran datanya. Ketidaksesuaian antara skala pengukuran dengan operasi matematik /peralatan statistik yang digunakan akan menghasilkan kesimpulan yang bias dan tidak tepat/relevan.

Ada empat tipe pengukuran atau skala pengukuran yang digunakan dalam statistika, yakni: nominal, ordinal, interval, dan rasio.

1. Skala Nominal

Skala Nominal merupakan skala yang paling lemah/rendah di antara skala pengukuran yang ada. Skala nominal hanya bisa membedakan benda atau peristiwa yang satu dengan yang lainnya berdasarkan nama (predikat). Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasi obyek, individual atau kelompok dalam bentuk kategori.

Pemberian angka atau simbol pada skala nomial tidak memiliki maksud kuantitatif hanya menunjukkan ada atau tidak adanya atribut atau karakteristik pada objek yang diukur.

Skala nominal hanya mengelompokkan peristiwa dalam kategori tertentu. Perbedaan bilangan itu hanyalah menunjukkan perbedaan kualitatif dan bukan kuantitatif. Banyak variabel dalam penelitian sosial menggunakan skala nominal. Skala ini mempunyai dua ciri. (1)kategori data bersifat mutually exclusive (satu objek masuk hanya pada satu kelompok saja, (2) kategori tidak disusun secara logis.

Misalnya, jenis kelamin diberi kode 1 untuk laki-laki dan kode 2 untuk perempuan. Angka ini hanya berfungsi sebagai label kategori, tanpa memiliki nilai instrinsik dan tidak memiliki arti apa pun. Kita tidak bisa mengatakan perempuan dua kali dari laki-laki. Kita bisa saja mengkode laki-laki menjadi 2 dan perempuan dengan kode 1, atau bilangan apapun asal kodenya berbeda antara laki-laki dan perempuan. Misalnya lagi untuk agama, kita bisa mengkode 1=Islam, 2=Kristen, 3=Hindu, 4=Budha dstnya. Kita bisa menukar angka-angka tersebut, selama suatu karakteristik memiliki angka yang berbeda dengan karakteristik lainnya.

Karena tidak memiliki nilai instrinsik, maka angka-angka (kode-kode) yang kita berikan tersebut tidak memiliki sifat sebagaimana bilangan pada umumnya. Oleh karenanya, pada variabel dengan skala nominal tidak dapat diterapkan operasi matematika standar (aritmatik) seperti pengurangan, penjumlahan, perkalian, dan lainnya. Peralatan statistik yang sesuai dengan skala nominal adalah peralatan statistik yang berbasiskan (berdasarkan) jumlah dan proporsi seperti modus, distribusi frekuensi, Chi Square dan beberapa peralatan statistik non-parametrik lainnya.

 

2. Skala Ordinal

Skala Ordinal ini lebih tinggi daripada skala nominal, dan sering juga disebut dengan skala peringkat. Hal ini karena dalam skala ordinal, lambang-lambang bilangan hasil pengukuran selain menunjukkan pembedaan juga menunjukkan urutan atau tingkatan obyek yang diukur menurut karakteristik tertentu.

Misalnya tingkat kepuasan seseorang terhadap produk. Bisa kita beri angka dengan 5=sangat puas, 4=puas, 3=kurang puas, 2=tidak puas dan 1=sangat tidak puas. Atau misalnya dalam suatu lomba, pemenangnya diberi peringkat 1,2,3 dstnya.

Dalam skala ordinal, tidak seperti skala nominal, ketika kita ingin mengganti angka-angkanya, harus dilakukan secara berurut dari besar ke kecil atau dari kecil ke besar. Jadi, tidak boleh kita buat 1=sangat puas, 2=tidak puas, 3=puas dstnya. Yang boleh adalah 1=sangat puas, 2=puas, 3=kurang puas dstnya.

Selain itu, yang perlu diperhatikan dari karakteristik skala ordinal adalah meskipun nilainya sudah memiliki batas yang jelas tetapi belum memiliki jarak (selisih). Kita tidak tahu berapa jarak kepuasan dari tidak puas ke kurang puas. Dengan kata lain juga, walaupun sangat puas kita beri angka 5 dan sangat tidak puas kita beri angka 1, kita tidak bisa mengatakan bahwa kepuasan yang sangat puas lima kali lebih tinggi dibandingkan yang sangat tidak puas.

Sebagaimana halnya pada skala nominal, pada skala ordinal kita juga tidak dapat menerapkan operasi matematika standar (aritmatik) seperti pengurangan, penjumlahan, perkalian, dan lainnya. Peralatan statistik yang sesuai dengan skala ordinal juga adalah peralatan statistik yang berbasiskan (berdasarkan) jumlah dan proporsi seperti modus, distribusi frekuensi, Chi Square dan beberapa peralatan statistik non-parametrik lainnya.

Skala ordinal, yakni bilangan yang menunjukkan tingkat. Pada dua ciri skala nominal, skala ordinal hanya menambahkan satu ciri: kategori data disusun berdasarkan urutan logis dan sesuai dengan besarnya karakteristik yang dimiliki.

3. Skala Interval

Skala interval mempunyai karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa adanya interval yang tetap. Dengan demikian, skala interval sudah memiliki nilai intrinsik, sudah memiliki jarak, tetapi jarak tersebut belum merupakan kelipatan. Pengertian “jarak belum merupakan kelipatan” ini kadang-kadang diartikan bahwa skala interval tidak memiliki nilai nol mutlak. Skala interval ini sudah benar-benar angka dan, kita sudah dapat menerapkan semua operasi matematika serta peralatan statistik kecuali yang berdasarkan pada rasio seperti koefisien variasi. Skala ini memiliki satu ciri tambahan pada skala ordinal: urutan kategori data mempunyai jarak yang sama. Skala interval mempunyai ciri matematis additivity, artinya kita dapat menambah atau mengurangi. Dengan begitu, skala interval tidak memungkinkan kita melakukan proses pembagian atau perkalian, untuk itu kita harus menggunakan skala rasio.

4. Skala rasio

Skala rasio adalah skala data dengan kualitas paling tinggi. Pada skala rasio, terdapat semua karakteristik skala nominal,ordinal dan skala interval ditambah dengan sifat adanya nilai nol yang bersifat mutlak. Nilai nol mutlak ini artinya adalah nilai dasar yang tidak bisa diubah meskipun menggunakan skala yang lain. Oleh karenanya, pada skala ratio, pengukuran sudah mempunyai nilai perbandingan/rasio.

Pengukuran-pengukuran dalam skala rasio yang sering digunakan adalah pengukuran tinggi dan berat. Misalnya berat benda A adalah 30 kg, sedangkan benda B adalah 60 kg. Maka dapat dikatakan bahwa benda B dua kali lebih berat dibandingkan benda A.

Skala rasio mempunyai semua sifat-sifat skala interval ditambah adanya titik nol mutlak (fixet zero point). Dalam penelitian sosila sukar kita mencapai skala rasio. Bila peneltian sudah mulai mengukur gejala yang ditelitinya, ia berhadapan dengan persoalan-persoalan reabilitas dan validitas alat ukur yang dipergunakannya. Dalam penelitian ilmiyah, kedua syarat ukur ini sangat penting. Tanpa keduanya penelitian tidak lagi bersifat ilmiyah.

 

Referensi

 

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

 

Cahyono, Bambang Tri 1996. Metodologi Riset Bisnis. Jakarta: Badan Penerbit IPWI.

 

Dane, F.C. 1990. Research Methods. Brooks/Cole Publishing Company. Belmont California.

 

Djunaedi, Achmad. 2000. “Pengantar: Apakah Penelitian Itu?”. http://intranet.ugm.ac.id/~adjunaedi/Support/Materi/METLITI/a01metlitpengantar.pdf

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar